Merampok kekayaan Papua
Ternyata, negara Amerika Serikat dibangun dari emas Papua
Sabtu, 07 September 2013 01:30 WIB (9 jam yang lalu)Editor: Mohammad Ridwan
Gunung emas di Papua, kini telah menjadi lembah yang sangat dalam.
Freeport adalah pertambangan emas
terbesar di dunia. Namun termurah dalam biaya operasionalnya. Bahkan,
sebagian kebesaran dan kemegahan Amerika sekarang ini adalah hasil
perampokan resmi mereka atas gunung emas di Papua tersebut.
Freeport banyak berjasa bagi segelintir
pejabat negeri ini, para jenderal dan juga para politisi busuk, yang
bisa menikmati hidup dengan bergelimang harta dengan memiskinkan bangsa
ini. Mereka ini tidak lebih baik daripada seekor lintah.
Baca juga: Proyeksi energi tahun 2025 alami penurunan dan Pertamina gembira dapat peluang kerjasama dengan Freeport
Akhir tahun 1996, sebuah tulisan bagus
oleh Lisa Pease yang dimuat dalam majalah Probe. Tulisan ini juga
disimpan dalam National Archive di Washington DC. Judul tulisan tersebut
adalah JFK, Indonesia, CIA and Freeport.
Walau dominasi Freeport atas gunung emas
di Papua dimulai sejak tahun 1967, namun kiprahnya di negeri ini sudah
dimulai beberapa tahun sebelumnya.
http://www.lensaindonesia.com/2013/09/07/ternyata-negara-amerika-serikat-dibangun-dari-emas-papua.html
Dalam tulisannya, Lisa Pease mendapatkan
temuan jika Freeport Sulphur, demikian nama perusahaan itu awalnya,
nyaris bangrut berkeping-keping ketika terjadi pergantian kekuasaan di
Kuba tahun 1959. Saat itu Fidel Castro berhasil
menghancurkan rezim diktator Batista. Oleh Castro, seluruh perusahaan
asing di negeri itu dinasionalisasikan. Freeport Sulphur yang baru saja
hendak melakukan pengapalan nikel produksi perdananya terkena imbasnya.
Ketegangan terjadi. Menurut Lisa Pease, berkali-kali CEO Freeport
Sulphur merencanakan upaya pembunuhan terhadap Castro, namun
berkali-kali pula menemui kegagalan.
Ditengah situasi yang penuh
ketidakpastian, pada Agustus 1959, Forbes Wilson yang menjabat sebagai
Direktur Freeport Sulphur melakukan pertemuan dengan Direktur pelaksana
East Borneo Company, Jan van Gruisen. Dalam pertemuan itu Gruisen
bercerita jika dirinya menemukan sebuah laporan penelitian atas Gunung
Ersberg (Gunung Tembaga) di Irian Barat yang ditulis Jean Jaques Dozy di
tahun 1936. Uniknya, laporan itu sebenarnya sudah dianggap tidak
berguna dan tersimpan selama bertahun-tahun begitu saja di perpustakaan
Belanda. Van Gruisen tertarik dengan laporan penelitian yang sudah
berdebu itu dan membacanya.
Dengan berapi-api, Van Gruisen bercerita
kepada pemimpin Freeport Sulphur itu jika selain memaparkan tentang
keindahan alamnya, Jean Jaques Dozy juga menulis tentang kekayaan
alamnya yang begitu melimpah. Tidak seperti wilayah lainnya diseluruh
dunia, maka kandungan biji tembaga yang ada disekujur tubuh Gunung
Ersberg itu terhampar di atas permukaan tanah, jadi tidak tersembunyi di
dalam tanah. Mendengar hal itu, Wilson sangat
antusias dan segera melakukan perjalanan ke Irian Barat untuk mengecek
kebenaran cerita itu. Di dalam benaknya, jika kisah laporan ini benar,
maka perusahaannya akan bisa bangkit kembali dan selamat dari
kebangkrutan yang sudah di depan mata.
Selama beberapa bulan, Forbes Wilson
melakukan survey dengan seksama atas Gunung Ersberg dan juga wilayah
sekitarnya. Penelitiannya ini kelak ditulisnya dalam sebuah buku
berjudul The Conquest of Cooper Mountain. Wilson menyebut gunung
tersebut sebagai harta karun terbesar yang untuk memperolehnya tidak
perlu menyelam lagi karena semua harta karun itu telah terhampar di
permukaan tanah. Dari udara, tanah disekujur gunung tersebut berkilauan
ditimpa sinar matahari.
Wilson juga mendapatkan temuan yang
nyaris membuatnya gila. Karena selain dipenuhi bijih tembaga, gunung
tersebut ternyata juga dipenuhi bijih emas dan perak!! Menurut Wilson,
seharusnya gunung tersebut diberi nama GOLD MOUNTAIN, bukan Gunung
Tembaga. Sebagai seorang pakar pertambangan, Wilson memperkirakan jika
Freeport akan untung besar dalam waktu tiga tahun sudah kembali modal.
Pimpinan Freeport Sulphur ini pun bergerak dengan cepat. Pada 1 Februari
1960, Freeport Sulphur meneken kerjasama dengan East Borneo Company
untuk mengeksplorasi gunung tersebut.
Namun lagi-lagi Freeport Sulphur
mengalami kenyataan yang hampir sama dengan yang pernah dialaminya di
Kuba. Perubahan eskalasi politik atas tanah Irian Barat tengah
mengancam. Hubungan Indonesia dan Belanda telah memanas dan Soekarno
malah mulai menerjunkan pasukannya di Irian Barat.
Tadinya Wilson ingin meminta bantuan
kepada Presiden AS John Fitzgerald Kennedy agar mendinginkan Irian
Barat. Namun ironisnya, JFK malah spertinya mendukung Soekarno. Kennedy
mengancam Belanda, akan menghentikan bantuan Marshall Plan jika ngotot
mempertahankan Irian Barat. Belanda yang saat itu memerlukan bantuan
dana segar untuk membangun kembali negerinya dari puing-puing kehancuran
akibat Perang Dunia II terpaksa mengalah dan mundur dari Irian Barat.
Ketika itu sepertinya Belanda tidak tahu
jika Gunung Ersberg sesungguhnya mengandung banyak emas, bukan tembaga.
Sebab jika saja Belanda mengetahui fakta sesungguhnya, maka nilai
bantuan Marshall Plan yang diterimanya dari AS tidak ada apa-apanya
dibanding nilai emas yang ada di gunung tersebut.
Dampak dari sikap Belanda untuk mundur
dari Irian Barat menyebabkan perjanjian kerjasama dengan East Borneo
Company mentah kembali. Para pemimpin Freeport jelas marah besar.
Apalagi mendengar Kennedy akan menyiapkan paket bantuan ekonomi kepada
Indonesia sebesar 11 juta AS dengan melibatkan IMF dan Bank Dunia. Semua
ini jelas harus dihentikan! Segalanya berubah seratus delapan puluh
derajat ketika Presiden Kennedy tewas ditembak pada 22 November 1963.
Banyak kalangan menyatakan penembakan Kennedy merupakan sebuah
konspirasi besar menyangkut kepentingan kaum Globalis yang hendak
mempertahankan hegemoninya atas kebijakan politik di Amerika.
Presiden Johnson yang menggantikan
Kennedy mengambil sikap yang bertolak belakang dengan pendahulunya.
Johnson malah mengurangi bantuan ekonomi kepada Indonesia, kecuali
kepada militernya. Salah seorang tokoh di belakang keberhasilan Johnson,
termasuk dalam kampanye pemilihan presiden AS tahun 1964, adalah
Augustus C.Long, salah seorang anggota dewan direksi Freeport.
Tokoh yang satu ini memang punya
kepentingan besar atas Indonesia. Selain kaitannya dengan Freeport, Long
juga memimpin Texaco, yang membawahi Caltex (patungan dengan Standard
Oil of California). Soekarno pada tahun 1961 memutuskan kebijakan baru
kontrak perminyakan yang mengharuskan 60 persen labanya diserahkan
kepada pemerintah Indonesia. Caltex sebagai salah satu dari tiga
operator perminyakan di Indonesia jelas sangat terpukul oleh kebijakan
Soekarno ini.
Augustus C.Long amat marah terhadap
Soekarno dan amat berkepentingan agar orang ini disingkirkan secepatnya.
Mungkin suatu kebetulan yang ajaib. Augustus C.Long juga aktif di
Presbysterian Hospital di NY dimana dia pernah dua kali menjadi
presidennya (1961-1962). Sudah bukan rahasia umum lagi jika tempat ini
merupakan salah satu simpul pertemuan tokoh CIA.
Lisa Pease dengan cermat menelusuri
riwayat kehidupan tokoh ini. Antara tahun 1964 sampai 1970, Long pensiun
sementara sebagai pemimpin Texaco. Apa saja yang dilakukan orang ini
dalam masa itu yang di Indonesia dikenal sebagai masa yang paling
krusial.
Pease mendapatkan data jika pada Maret
1965, Augustus C.Long terpilih sebagai Direktur Chemical Bank, salah
satu perusahaan Rockefeller. Augustus 1965, Long diangkat menjadi
anggota dewan penasehat intelejen kepresidenan AS untuk masalah luar
negeri. Badan ini memiliki pengaruh sangat besar untuk menentukan
operasi rahasia AS di Negara-negara tertentu. Long diyakini salah satu
tokoh yang merancang kudeta terhadap Soekarno, yang dilakukan AS dengan
menggerakkan sejumlah perwira Angkatan Darat yang disebutnya sebagai Our
Local Army Friend.
Salah satu bukti sebuah telegram rahasia
Cinpac 342, 21 Januari 1965, pukul 21.48, yang menyatakan jika kelompok
Jendral Suharto akan mendesak angkatan darat agar mengambil-alih
kekuasaan tanpa menunggu Soekarno berhalangan. Mantan pejabat CIA Ralph
Mc Gehee juga pernah bersaksi jika hal itu benar adanya.
Awal November 1965, satu bulan setelah
tragedi terbunuhnya sejumlah perwira loyalis Soekarno, Forbes Wilson
mendapat telpon dari Ketua Dewan Direktur Freeport, Langbourne Williams,
yang menanyakan apakah Freeport sudah siap mengekplorasi gunung emas di
Irian Barat. Wilson jelas kaget. Ketika itu Soekarno masih sah sebagai
presiden Indonesia bahkan hingga 1967, lalu darimana Williams yakin
gunung emas di Irian Barat akan jatuh ke tangan Freeport?
Lisa Pease mendapatkan jawabannya. Para
petinggi Freeport ternyata sudah mempunyai kontak dengan tokoh penting
di dalam lingkaran elit Indonesia. Mereka adalah Menteri Pertambangan
dan Perminyakan Ibnu Soetowo dan Julius Tahija. Orang yang terakhir ini
berperan sebagai penghubung antara Ibnu Soetowo dengan Freeport. Ibnu
Soetowo sendiri sangat berpengaruh di dalam angkatan darat karena dialah
yang menutup seluruh anggaran operasional mereka.
Sebab itulah, ketika UU no 1/1967
tentang Penanaman Modal Asing (PMA) yang draftnya dirancang di
Jenewa-Swiss yang didektekan Rockefeller, disahkan tahun 1967, maka
perusahaan asing pertama yang kontraknya ditandatangani Suharto adalah
Freeport. Inilah kali pertama kontrak pertambangan yang baru dibuat.
Jika di zaman Soekarno kontrak-kontrak dengan perusahaan asing selalu
menguntungkan Indonesia, maka sejak Suharto berkuasa, kontrak-kontrak
seperti itu malah merugikan Indonesia.
Untuk membangun konstruksi pertambangan
emasnya itu, Freeport mengandeng Bechtel, perusahaan AS yang banyak
mempekerjakan pentolan CIA. Direktur CIA John McCone memiliki saham di
Bechtel, sedangkan mantan Direktur CIA Richards Helms bekerja sebagai
konsultan internasional di tahun 1978. Tahun 1980, Freeport menggandeng McMoran
milik Jim Bob Moffet dan menjadi perusahaan raksasa dunia dengan laba
lebih dari 1,5 miliar dollar AS pertahun.
Tahun 1996, seorang eksekutif
Freeport-McMoran, George A.Maley, menulis sebuah buku berjudul Grasberg
setelab 384 halaman dan memaparkan jika tambang emas di Irian Barat itu
memiliki deposit terbesar di dunia, sedangkan untuk bijih tembaganya
menempati urutan ketiga terbesar didunia.
Maley menulis, data tahun 1995
menunjukkan jika di areal ini tersimpan cadangan bijih tembaga sebesar
40,3 miliar dollar AS dan masih akan menguntungkan 45 tahun ke depan.
Ironisnya, Maley dengan bangga juga menulis jika biaya produksi tambang
emas dan tembaga terbesar di dunia yang ada di Irian Barat itu merupakan
yang termurah di dunia.
Istilah Kota Tembagapura itu sebenarnya
menyesatkan dan salah. Seharusnya EMASPURA. Karena gunung tersebut
memang gunung emas, walau juga mengandung tembaga. Karena kandungan emas
dan tembaga terserak di permukaan tanah, maka Freeport tinggal
memungutinya dan kemudian baru menggalinya dengan sangat mudah.
Freeport sama sekali tidak mau
kehilangan emasnya itu dan membangun pipa-pipa raksasa dan kuat dari
Grasberg-Tembagapura sepanjang 100 kilometer langsung menuju ke Laut
Arafuru dimana telah menunggu kapal-kapal besar yang akan mengangkut
emas dan tembaga itu ke Amerika. Ini sungguh-sungguh perampokan besar
yang direstui oleh pemerintah Indonesia sampai sekarang.
Kesaksian seorang reporter CNN yang
diizinkan meliput areal tambang emas Freeport dari udara. Dengan
helikopter ia meliput gunung emas tersebut yang ditahun 1990-an sudah
berubah menjadi lembah yang dalam. Semua emas, perak, dan tembaga yang
ada digunung tersebut telah dibawa kabur ke Amerika, meninggalkan limbah
beracun yang mencemari sungai-sungai dan tanah-tanah orang Papua yang
sampai detik ini masih saja hidup bagai di zaman batu.
Freeport merupakan ladang uang haram
bagi para pejabat negeri ini, yang dari sipil maupun militer. Sejak 1967
sampai sekarang, tambang emas terbesar di dunia itu menjadi tambang
pribadi mereka untuk memperkaya diri sendiri dan keluarganya.
Freeport McMoran sendiri telah
menganggarkan dana untuk itu yang walau jumlahnya sangat besar bagi
kita, namun bagi mereka terbilang kecil karena jumlah laba dari tambang
itu memang sangat dahsyat. Jika Indonesia mau mandiri, sektor inilah
yang harus dibereskan terlebih dahulu.@media kita
0 komentar:
Posting Komentar