Papuans Behind Bars: September 2013
Papuans Behind Bars: September 2013
Ringkasan
Pada akhir September 2013, terdapat 53
orang tahanan politik dalam penjara di Papua. Di Waghete, seorang warga
sipil ditembak mati dan empat lainnya ditangkap dalam operasi sweeping
oleh aparat khusus Brigade Mobil. Puluhan warga sipil dan aktivis
ditangkap terkait dengan demonstrasi merayakan Hari Demokrasi
Internasional. Aktivis terkenal menjadi sasaran di Pulau Biak dan Yapen
di mana prosesi diadakan untuk menyambut air suci dan abu yang
disampaikan oleh Freedom Flotilla dari Australia. Di Waena, seorang
warga sipil ditahan sewenang-wenang dan disiksa oleh polisi.
Boas Gombo dan Dipenus Wenda keduanya
telah dibebaskan. Terdapat laporan tentang kekhawatiran bagi kesehatan
mental Yohanes Borseren dan Obeth Kamesrar. Sebuah laporan oleh KontraS
Papua mengungkapkan kekhawatiran serius tentang kesehatan tahanan dan
kondisi kehidupan di LP Abepura. Aplikasi Cuti Bersyarat (CB) oleh
kelima tahanan dalam kasus pembobolan gudang senjata di Wamena telah
ditolak, sementara keempat tahanan dalam kasus pengibaran bendera di
Yalengga meminta remisi.
Penangkapan
Sipil ditembak dan empat ditangkap oleh anggota Brimob dalam operasi sweeping di Waghete
Sebuah artikel oleh Tabloid Jubi melaporkan
penembakan warga sipil Alpius Mote pada tanggal 23 September di Waghete
oleh anggota polisi Brigade Mobil (Brimob) yang sedang melakukan
operasi sweeping. Kedua anggota Brimbob tersebut dilaporkan terlibat
dalam operasi perhentian dan pencarian di pasar Waghete, di mana mereka
menghentikan dua pria tua dalam pencarian untuk senjata. Hal ini
menyebabkan protes dari orang-orang yang telah berkumpul, menyebabkan
pelemparan batu ke kedua anggota Brimbob itu. Sebagai tanggapan, kedua
anggota melepaskan tembakan ke kerumunan, menyebabkan dalam kematian
Alpius Mote, seorang mahasiswa, dan tiga orang lainnya terluka – Aprida
Dogopia, Alex dan Frans Mote Dogopia.
Ada juga laporan
bahwa para anggota menargetkan pria dengan rambut gimbal dan jenggot.
Sebuah pernyataan oleh tahanan politik Selpius Bobii menggambarkan
taktik ini sebagai serangan terhadap adat kebiasaan Papua. Hal ini
diduga digunakan oleh aparat untuk mengidentifikasikan orang yang mereka
memanggil ‘separatis’. Pernyataan oleh Bobii juga melaporkan
penangkapan empat warga sipil setelah penembakan tersebut, meskipun ia
tidak jelas jika mereka masih berada dalam tahanan. Human Rights Watch
telah menyerukan Indonesia untuk menyelidiki kemungkinan penggunaan kekuatan mematikan yang tidak perlu oleh aparat polisi.
Jumlah penangkapan di Papua untuk memperingati Hari Demokrasi Internasional
Beberapa sumber HAM dan situs terbaru
melaporkan bahwa pada 16 September, setidaknya 94 orang telah ditangkap
lalu dibebaskan tanpa tuduhan oleh polisi dalam pembubaran demonstrasi
di Papua saat memperingati Hari Demokrasi Internasional, 15 September.
Ribuan orang Papua ikut serta dalam demonstrasi, yang juga didukung oleh
rencana negara Vanuatu untuk mengangkat pertanyaan tentang status
politik Papua pada sesi ke-68 Majelis Umum PBB pada September 2013.
Kepolisian Papua menyampaikan larangan
berdemonstrasi pada 11 September, menolak pemberitahuan dari Komite
Nasional Papua Barat/KNPB yang bermaksud untuk mengadakan demonstrasi di
beberapa kota pada 16 September. Dilaporkan, hal ini dikarenakan logo
KNPB yang digunakan dalam surat pemberitahuan berisi simbol dari bendera
Bintang Kejora Papua. Sumber-sumber di lapangan dan situs-situs baru
melaporkan bahwa gas air mata digunakan untuk membubarkan demonstrasi di
Waena, Jayapura.
Sentani
Berdasarkan laporan yang komprehensif
dari pemantau HAM setempat, terdapat dua peristiwa terpisah di Sentani,
Jayapura yang melahirkan penangkapan terhadap 29 orang. Seorang aktivis
KNPB yang dikutip dalam laporan menyatakan bahwa pada pukul 7.00 WITA, 9
orang demonstran yang terdiri dari 4 orang aktivis KNPB dan 5 orang
masyarakat sipil ditangkap di Sentani Sektor Toladan oleh kepolisian
dari Polsek Sentani. Aktivis setempat lainnya melaporkan bahwa polisi
melakukan taktik intimidasi kepada para demonstran yang melakukan aksi
damai dan menghalangi para demonstran di beberapa tempat untuk
membubarkan demonstrasi. Sebanyak 9 orang yang ditangkap ditahan di
Polsek Sentani sebelum akhirnya dibebaskan tanpa tuntutan beberapa jam
kemudian.
Pada penangkapan yang terpisah di
Sentani Sektor Gunung Merah, Polres Jayapura menangkap 20 orang
demonstran sekitar pukul 7.15 WITA. Para demonstran dipimpin oleh Ketua
KNPB, Alen Halitopo, salah seorang dari 20 orang yang ditangkap. Sebuah
artikel dalam situs KNPB menyatakan bahwa para demonstran ditangkap dan
diperlakukan secara tidak manusiawi oleh polisi yang juga menyita
barang-barang milik para demonstran. Mereka ditahan di Polres Jayapura
selama lebih dari 1 jam sebelum akhirnya dibebaskan tanpa tuduhan.
Sumber KNPB juga menyatakan bahwa polisi
di sektor Prodadi membubarkan demonstrasi saat para demonstran menuju
Pasar Lama di Sentani. Polisi menyita megafon, bendera dan spanduk KNPB.
Waena
Kami menerima laporan atas dua peristiwa
penangkapan di Waena dimana 10 orang ditahan sebelum akhirnya
dibebaskan tanpa tuduhan. Laporan komprehensif menyebutkan rincian
informasi atas penangkapan tiga orang aktivis KNPB – Agus Kosay, Ucak
Logo dan Jon Komba – sekitar pukul 7.00 WITA di depan kampus Universitas
Cendrawasih dimana orasi dilakukan sebagai bagian dari demonstrasi.
Mereka dibebaskan tanpa tuduhan oleh polisi dari Polres Papua, lima jam
kemudian.
Majalah berita online di Papua, Majalah Selangkah
melaporkan putaran kedua penangkapan pada pukul 9.00 WITA, dimana
gabungan gugus tugas TNI dan Polri menangkap 7 orang aktivis KNPB –
Warius Warpo Wetipo, Henny Rumkorem, Uum Himan, Anton Gobay, Yas Wenda,
Yufri Wenda dan Rinal Wenda. Polisi diduga memukul para aktivis dalam
proses penangkapan dan menyita brosur-brosur dan spanduk-spanduk. Para
demonstran diduga berupaya untuk melakukan negosiasi dengan aparat
keamanan yang menghalangi jalan, sebelum dipaksa untuk dibubarkan.
Sumber di lapangan dan laporan berita menyampaikan bahwa polisi
menggunakan gas air mata untuk membubarkan para demonstran di Waena.
Kapolres Jayapura, Kiki Kurnia, menyampaikan kepada Tabloid Jubi bahwa
sebelum menggunakan gas air mata, aparat keamanan memberikan waktu lima
menit kepada para demonstran untuk membubarkan diri sebagai tanda tidak
diberi “izin” untuk terus berdemonstrasi oleh otoritas penegak hukum.
Taman Imbi, Jayapura
Berdasarkan artikel yang sama di Majalah
Selangkah, 14 orang aktivis KNPB ditangkap di Taman Imbi, Jayapura
sebelum mereka menyampaikan orasi yang direncanakan disana. Mereka
dibebaskan tanpa tuduhan pada 11.40 WITA setelah ditahan di Polres
Jayapura selama 4 jam.
Sorong
Laporan yang disebutkan di atas juga
memberikan rincian terhadap dua penangkapan terpisah di Sorong, dimana
sebanyak 27 orang telah ditangkap sebelum akhirnya dibebaskan tanpa
tuduhan. Sekitar pukul 9 WITA, Polres Sorong menangkap 20 orang,
sebagian besar adalah aktivis KNPB. Ketua KNPB Sorong, Martinus Yohami
memimpin barisan menuju Toko Tio. Polisi diduga menghentikan para
demonstran dan menangkap saat mereka membentangkan spanduk yang
menyatakan “Indonesia Buka Ruang Demokrasi di Papua, Hentikan
Kekerasan.” Sebanyak 20 orang ditangkap dan ditahan selama enam jam di
Polres Sorong sebelum akhirnya dibebaskan tanpa tuduhan. Penangkapan
lainnya dilakukan di depan Mesjid King di kota Sorong, dimana tujuh
orang ditangkap dan ditahan di Polres Sorong. Mereka dibebaskan pada
saat yang sama dengan 20 orang lainnya.
Nabire
Aktivis setempat melaporkan penangkapan
kepada 14 orang aktivis KNPB di Nabire oleh gabungan TNI dan Polri pada
demonstrasi pada 16 September. Mereka dilaporkan dipukul dalam proses
penangkapan, sementara 5 orang aktivis – Otto Kudiai, Yafet Keiya,
Anipa Pigai, Agustina and Yulianus Nawipa – mengalami pemukulan yang
keras yang menyebabkan luka serius. Perangkat yang digunakan dalam
demonstrasi juga disita. Karena desakan dari Kepala DPRD Meepago, Habel
Nawipa, 14 orang aktivis tersebut dibebaskan tanpa tuduhan dari kantor
Polres Nabire.
Di Timika, aktivis setempat melaporkan
bahwa Polres Mimika menggunakan taktik intimidasi dalam menghadapi para
demonstran. Peringatan Hari Demokrasi Internasional juga dilaksanakan di
Dogiyai, Yahukimo, Merauke, Timika, Manokwari dan Biak, meskipun tidak
ada penangkapan yang dilaporkan pada wilayah ini.
Berkas para aktivis yang ditangkap di
Pulau Biak dan Yapen dalam kaitannya dengan rencana prosesi menyambut
air suci dan abu Aborigin oleh Freedom Flotilla
Berdasarkan laporan-laporan dari sumber
HAM di Papua, empat orang aktivis telah ditahan dan dibebaskan di Biak,
sementara Edison Kendi dan Demianus Burumi ditangkap dan kemudian
dibebaskan di Yapen saat polisi bermaksud untuk menghambat prosesi di
kedua pulau tersebut. Proses tersebut direncanakan – pada 20 September
di Biak dan 26 September di Yapen – untuk menyambut air suci dan abu
yang disampaikan secara terpublikasi oleh Freedom Flotilla dari para
pemimpin Aborigin di Australia.
Pulau Biak
Sebuah laporan diterima melalui email dan artikel
yang diposting dalam situs Freedom Flotilla mendeskripsikan penangkapan
kepada 4 orang pimpinan komunitas di Biak pada 18 September. Empat
orang – Piet Hein Manggaprouw, Klemens Rumsarwir, Yoris Berotabui and
Yan Piet Mandibodibo – telah tiba di Polres Biak Numfor untuk meminta
konfirmasi atas pemberitahuan untuk demonstrasi yang telah disampaikan
dua hari sebelumnya, pada 16 September. Pada saat kedatangan di kantor
polisi mereka diinterogasi selama 17 jam di dua ruang yang berbeda.
Selama interogasi, mereka diancam dengan
dakwaan makar karena surat pemberitahuan yang disampaikan menggunakan
logo yang mengandung simbol gerakan pro kemerdekaan dari Negara Republik
Federal Papua Barat (NRFB). Sepanjang interogasi, empat orang laki-laki
tersebut dilarang untuk makan dan berkomunikasi dengan keluarga.
Telepon genggam mereka juga disita. Sekitar pukul 2.00 WITA pada 19
September, mereka diantarkan pulang oleh truk polisi yang dijaga oleh
tiga orang petugas polisi berseragam lengkap dan satu orang polisi
berpakaian preman. Pada pagi pukul 11.00 WITA, mereka kembali dibawa dan
diinterogasi di Polres Biak Numfor sebelum akhirnya dibebaskan 12 jam
kemudian, pada pukul 23.00 WITA. Polisi diduga menginstruksikan kepada
mereka untuk membatalkan seluruh rencana untuk prosesi dan memberitahu
mereka bahwa mereka harus lapor diri ke polisi setiap 24 jam.
Meskipun dihadiri oleh anggota Polri dan
TNI dalam jumlah yang banyak, prosesi tersebut tetap dilaksanakan pada
20 September. Pada hari itu, dalam perjalanan untuk lapor diri di Polres
Biak Numfor, Piet Hein Manggaprouw dan Yoris Berotabui dihentikan oleh
beberapa petugas intelejen dan dipaksa untuk memasuki kendaraan. Ketika
mengamati prosesi dari dalam kendaraan, petugas intelijen diduga memaksa
keduanya untuk mengidentifikasi aktivis NFRPB dalam prosesi. Mereka
kemudian pergi ke bandara di mana mereka dipaksa untuk mengidentifikasi
Dr Frans Kapisa, yang telah terbang ke Biak untuk memberikan air suci
dan abu.
Petugas intelejen dilaporkan
berkomunikasi dengan otoritas polisi lainnya melalui walkie talkie dalam
kemungkinan rencana untuk menembak Kapisa pada saat kedatangannya dan
menembak pimpinan aktivis lain yang terlibat pada prosesi untuk
menyambut air suci dan abu. Di antara para aktivis yang disebutkan,
terdapat Edison Kendi, Markus Yenu dan Marthinus Wandamani. Para petugas
juga dilaporkan melakukan diskusi strategis untuk memaksa pembubaran
demonstrasi, termasuk memukul atau menembak para demonstran yang tidak
tunduk pada perintah.
Kami memahami bahwa keempat tokoh masyarakat tersebut belum didakwa dan sekarang tidak melapor ke polisi.
Kepulauan Yapen
Pada 25 September, sekitar pukul 17.00
WITA, dilaporkan bahwa Polres Yapen mengumumkan melalui radio nasional
Indonesia yang menginstruksikan masyarakat untuk tidak menghadiri
rencana prosesi pada 26 September. Malamnya, sekitar pukul 23.00 WITA,
sebanyak 20 orang polisi berpakaian preman dan 2 aparat Kopasus TNI,
sebagian diantaranya membawa senjata M-16 dan pistol, tiba di kediaman
Edison Kendi di Serui, Kepulauan Yapen untuk menangkapnya. Dilaporkan
bahwa ia ditahan karena keterlibatannya pada prosesi 26 September.
Polisi diduga menyatakan bahwa berdasarkan UU tentang Organisasi Massa,
persetujuan untuk berdemonstrasi tidak akan diberikan kepada
kelompok-kelompok yang tidak terdaftar di Departemen Kesbangpol
(Kesatuan Bangsa Dan Politik), sebuah badan dalam Kementerian Dalam
Negeri (Depdagri). Penangkapan dipimpin oleh Kasat Reskrim Polres Yapen.
Kendi menjalani proses penyelidikan di Polres Yapen. Setelah
penangkapannya pada pukul 22.10 WITA, dua buah truk polisi tiba di
kediaman Kendi dan dilaporkan menggeledah rumahnya untuk mencari dokumen
yang berkaitan dengan aktivitas pro kemerdekaan.
Hari selanjutnya, pada 26 September,
sekitar pukul 7.25 WITA Polres Yapen menangkap Demianus Burumi pada saat
perjalanannya menuju bandara Serui untuk menyambut Dr. Frans Kapisa
yang datang dari pulau Biak, membawa air suci dan abu.
Informasi terakhir mengindikasi bahwa Kendi dan Burumi telah dibebaskan dari tahanan.
Sebuah laporan dari pemantau HAM
menyatakan bahwa pada saat prosesi di desa Mantebu pada 26 September
telah dibubarkan secara paksa sekitar pukul 11.30 WITA oleh gabungan
tugas TNI dan Polres Yapen. Polisi berusaha untuk menangkap Kapisa dan
Markus Yenu tetapi kerumunan massa membuat mereka bisa melarikan diri.
Berdasarkan laporan tersebut, aparat keamanan masih menjaga desa
Mantembu.
Sumber online Papua melaporkan
bahwa polisi juga menargetkan aktivis Yapen lainnya untuk ditangkap,
termasuk Tinus Wandamani, Yan Piet Maniambo, Hendrik Warmetan, Pieter
Hiowati dan Heppi Daimboa. Sebagaimana dilaporkan pada Update Agustus,
polisi menggunakan taktik serupa di Kota Sorong, ketika 4 orang pimpinan
komunitas – Apolos Sewa, Yohanis Goram Gaman, Amandus Mirino and Samuel
Klasjok – ditangkap setelah prosesi doa dan menyampaikan pernyataan
kepada media tentang solidaritas kepada Freedom Flotilla. Empat orang
ini diinstruksikan untuk lapor kepada polisi dan telah didakwa melakukan
tindakan makar dan menghasut.
Pembebasan
Boas Gombo dibebaskan setelah mengalami penurunan kesehatan mental
Informasi dari sumber HAM setempat
menyampaikan perhatian atas penurunan kesehatan mental Boas Gombo, yang
dibebaskan bersyarat pada 27 September. Boas Gombo ditahan pada 28
Februari 2013 dan dihukum 9 bulan penjara di LP Abepura setelah dihukum
berdasarkan pasal 66 UU No. 24 tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa dan
Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan. Kesehatan mentalnya menurun
drastis sejak 11 September 2013, dilaporkan karena pemukulan keras yang
dialaminya, termasuk pukulan bertubi-tubi di kepalanya, saat penahanan
di Polsek Muara Tami. Dilaporkan, ia tidak
menerima perawatan medis yang memadai di
LP Abepura dan hanya diberi obat penenang. Ia akan diminta untuk lapor
diri kepada pihak berwenang selama dua bulan.
Dipenus Wenda dibebaskan setelah hampir sepuluh tahun ditahan di penjara
Pengacara HAM melaporkan pembebasan Dipenus Wenda pada 19 Agustus 2013. Pembebasannya adalah bagian dari remisi hari kemerdekaan
RI pada 17 Agustus 1013. Wenda ditahan pada 28 Maret 2004 ketika
menyebarkan leaflet untuk kampanye boikot pemilu. Ia menghabiskan 9
tahun dan 7 bulan di LP Wamena.
Pengadilan bernuansa politik dan penilaian tentang kasus
Aplikasi Pembebasan Bersyarat untuk kasus pembobolan gudang senjata di Wamena ditolak
Aliansi Demokrasi untuk Papua (ALDP)
telah melaporkan bahwa aplikasi pembebasan bersyarat disampaikan oleh
salah satu pengacara atas nama kelima tahanan dalam kasus pembobolan
gudang senjata di Wamena telah ditolak. Pihak berwenang di Dirjen Pas
(Direktor Jenderal Permasyarakatan) dilaporkan menyatakan bahwa aplikasi
pembebasan bersyarat tidak diterima meskipun desakan pengacara bahwa ia
telah diajukan tahun lalu. Ketika meminta klarifikasi, pihak berwenang
di Dirjen Pas menjelaskan bahwa aplikasi yang lengkap diperlukan untuk
hal tersebut untuk dipertimbangkan. Ini berarti bahwa dua dokumen harus
diserahkan – Surat Jaminan dan Pernyataan Kesetiaan kepada Republik
Indonesia – karena lima tahanan didakwa dengan makar. Kelima para
tahanan menolak menandatangani Pernyataan Kesetiaan, dan karena ini
aplikasi mereka untuk pembebasan bersyarat didiskualifikasi. Aplikasi
pembebasan bersyarat melalui berbagai tahap pertimbangan, mulai dari
penguasa di LP ke Kantor Wilayah Hukum dan Hak Asasi Manusia di Papua
dan akhirnya ke Dirjen Pas.
Kelima tahanan – Apotnalogolik Lokobal,
Kimanus Wenda, Linus Hiel Hiluka, Jefrai Murib dan Numbungga Telenggen –
didakwa dengan makar berdasarkan Pasal 106 KUHP Indonesia. Mereka
ditangkap pada bulan April / Mei 2003, dalam operasi sweeping oleh
militer di mana sembilan orang dibunuh dan 38 disiksa.
Tahanan pengibaran bendera di Yalengga meminta remisi
ALDP telah melaporkan
bahwa empat orang dalam kasus pengibaran bendera di Yalengga – Meki
Elosak, Wiki Meaga, Oskar Hilago dan Obed Kosay – meminta untuk remisi
sebagai bagian kesepakatan remisi Hari Kemerdekaan tanggal 17 Agustus.
Ketika penyelidikan dibuat atas situasi mereka, otoritas LP Wamena
dilaporkan menyatakan bahwa keempatnya akan menerima remisi dari Dirjen
Pas. Pengaturan ini karena itu bukan bagian dari remisi 17 Agustus yang
malah dikelola oleh Kantor Wilayah Hukum dan Hak Asasi Manusia di Papua.
Pengacara untuk empat pria tersebut juga akan mengajukan grasi. Keempat
pria terus ditahan di LP Wamena.
Kekhawatiran tentang kesehatan mental tahanan 1 Mei
Informasi yang diterima dari sumber HAM
di Papua melaporkan kekhawatiran tentang Yohanes Boseren di kasus 1 Mei
di Biak dan Obeth Kamesrar di kasus 1 Mei di Aimas. Kedua orang itu
ditangkap tahun ini sehubungan dengan kegiatan damai memperingati 1 Mei
menandakan 50 tahun sejak transfer administrasi Papua ke Indonesia.
Borseren dipukuli pada saat penangkapan, dan menerima beberapa pukulan
keras ke kepala. Obeth Kamesrar, seorang tahanan tua berusia 68 tahun,
dilaporkan sentiasa diam sejak penangkapan dan tampaknya menderita
trauma.
Kasus yang menjadi perhatian
Warga sipil ditahan sewenang-wenang dan disiksa oleh polisi di Waena
Keadilan, Perdamaian dan Keutuhan
Ciptaan (KPKC) Bagian Gereja Kingmi di Tanah Papua (GKI-TP) telah
melaporkan penangkapan sewenang-wenang dan penyiksaan terhadap seorang
warga sipil di Waena. Pada tanggal 26 September, Nahor Stefanus Yalak
ditangkap oleh polisi Waena diduga karena mendapat panggilan dariwarga
atas teriakan yang terlalu bising di daerah tersebut. Pada 19.00, polisi
membawa Yalak ke pos polisi terdekat di mana dia disiksa. Yalak
dilaporkan dipaksa untuk berbaring di lantai dengan tangan terikat
sementara polisi yang memakai sepatu bot yang berat menginjak tangannya,
dan menendang dan memukulinya di punggung tangan, wajah, punggung, paha
dan lutut. Dia juga dicambuk di bagian belakang dengan kabel tebal.
Seorang anggota polisi juga dilaporkan merobek sebuah kalung salib dari
leher Yalak itu. Satu jam kemudian, dia dibawa ke Polsek Abepura di mana
ia ditahan semalam sebelum dibebaskan pada pukul 07.30 pada pagi
berikutnya. Yalak menderita luka serius dan memiliki kesulitan berjalan.
Laporan KontraS Papua mengungkapkan
keprihatinan tentang perawatan medis yang tidak memadai dan kondisi
kehidupan di penjara Abepura
Sebuah laporan yang diterima dari
organisasi HAM, KontraS Papua, tentang kunjungan mereka ke LP Abepura
pada bulan Agustus telah mengungkapkan kekhawatiran serius tentang
kesehatan medis yang tidak memadai dan kondisi kehidupan di LP Abepura.
Jefrai Murib, dilaporkan dalam update Juli sebagai membutuhkan perawatan
segera untuk stroke yang dialami, sudah mulai pulih dari penyakitnya
dengan perlahan meskipun dia menerima perawatan medis yang tidak
memadai. Dia sekarang dapat bergerak tangannya danmendapatkan kembali
rasa sentuhan. Otoritas LP masih tidak mematuhi rekomendasi mengenai
jumlah kunjungan ke rumah sakit yang diperlukan. Laporan KontraS Papua
menyatakan bahwa otoritas LP sering mengutip alasan kurangnya
transportasi, staf atau waktu untuk menunda pengiriman Murib ke rumah
sakit.
Laporan ini juga mengungkapkan masalah
lain, termasuk kekurangan makanan bergizi diLP, kurangnya alas tidur dan
air bersih, dan fasilitas toilet yang rusak. Tahanan seringkali dipaksa
mengangkat air dari tangki apabila pipa kamar mandi berhenti bekerja.
Ferdinand Pakage, yang menderita sakit kepala yang parah, dilaporkan
tidak dapat mengangkat barang-barang berat karena kondisi ini dan sering
mengalami sakit kepala keras jika dipaksa untuk melakukannya. Laporan
tersebut menyatakan bahwa Pakage diberi obat yang tidak memadai untuk
mengobati sakit kepalanya yang tidak menyembuhkan dia dari rasa
sakitnya. Menurut salah satu dokter di LP Abepura, sakit kepala Pakage
disebabkan oleh urat tersumbat dan pengobatan lebih lanjut harus
diberikan. Namun ketika staf KontraS Papua meminta rincian lebih lanjut,
staf Abepura lain tidak mengetahui adanya rencana untuk mencari
perawatan medis lebih lanjut untuk Pakage. Kondisi Filep Karma, yang
telah menderita efek dari penyakit jantung, dilaporkan telah membaik.
Polisi menggrebek kediaman mantan tahanan politik Buchtar Tabuni
Majalah Selangkah melaporkan
penggerebekan di kediaman Buchtar Tabuni di Jayapura oleh sebuah
gabungan aparat polisi dan militer pada tanggal 26 September.
Penggerebekan itu dipimpin oleh Kepala Polres Jayapura, Alfret Papare,
Komisaris Kepala Polisi, Kiki Kurnia, dan Kepala Polsek Abepura, dibantu
oleh Infanteri dari Komando Daerah Militer. Aparat keamanan dilaporkan
tiba dengan empat kendaraan dan bersenjata lengkap. Mereka menggeledah
seluruh rumah, mencari Buchtar Tabuni. Beberapa aktivis KNPB yang datang
ke tempat kejadian mencari jawaban atas mengapa rumah itu sedang
diserbu, tetapi mereka menerima ancaman dariaparat keamanan. Mereka
meninggal pada pukul 16.00 dan menuju ke kota Jayapura. Rupanya, tidak
ada alasan yang diberikan mengapa mereka melakukan serangan itu.
Berita
16 tahanan politik di LP Abepura
menandatangani surat dukungan dalam menanggapi pernyataan Vanuatu di
Majelis Umum PBB tentang hak asasi manusia di Papua
Pada tanggal 28 September 2013, Perdana
Menteri Republik Vanuatu, Moana Kalosil Carcases, meminta PBB untuk
menyelidiki pelanggaran hak asasi manusia di Papua Barat dan status
politik wilayah Papua. 16 tahanan politik di penjara Abepura
menandatangani surat dukungan untuk pernyataan ini dan menyatakan terima
kasih mereka kepada Perdana Menteri dan Republik Vanuatu atas komitmen
dan konsistensi mereka dalam mendukung perjuangan Papua Barat.
Tahanan politik Papua bulan September 2013
Tahanan | Tanggal Penahan | Dakwaan | Hukuman | Kasus | Dituduh melakukan kekerasan? | Masalah dalam proses persidangan? | LP/Penjara | |
1
Victor Yeimo13 Mei 20131603 tahun (dijatuhkan pada 2009)Demo tahun 2009; Demo 13 Mei di JayapuraTidakYaAbepura
2
Astro Kaaba3 Mei 2013MakarTidak diketahuiKematian para polisi di YapenYaSidang tertundaPolres Serui
3
Hans ArrongearTidak diketahuiMakarTidak diketahuiKematian para polisi di YapenYaSidang tertundaPolres Serui
4
Oktovianus Warnares1 Mei 2013106, UU Darurat 12/1951Tidak diketahuiPengibaran bendera di Biak, peringatan 1 MeiTidakYaTahanan polres Biak
5
Yoseph Arwakon1 Mei 2013106, UU Darurat 12/1951Tidak diketahuiPengibaran bendera di Biak, peringatan 1 MeiTidakYaTahanan polres Biak
6
Yohanes Boseren1 Mei 2013106, UU Darurat 12/1951Tidak diketahuiPengibaran bendera di Biak, peringatan 1 MeiTidakYaTahanan polres Biak
7
Markus Sawias1 Mei 2013106, UU Darurat 12/1951Tidak diketahuiPengibaran bendera di Biak, peringatan 1 MeiTidakYaTahanan polres Biak
8
George Syors Simyapen1 Mei 2013106, UU Darurat 12/1951Tidak diketahuiPengibaran bendera di Biak, peringatan 1 MeiTidakYaTahanan polres Biak
9
Jantje Wamaer1 Mei 2013106, UU Darurat 12/1951Tidak diketahuiPengibaran bendera di Biak, peringatan 1 MeiTidakYaTahanan polres Biak
10
Domi Mom
1 Mei 2013MakarTidak diketahuiPengibaran bendera di Timika, peringatan 1 MeiTidakSidang tertundaTimika
11
Alfisu Wamang1 Mei 2013MakarTidak diketahuiPengibaran bendera di Timika, peringatan 1 MeiTidakSidang tertundaTimika
12
Musa Elas1 Mei 2013MakarTidak diketahuiPengibaran bendera di Timika, peringatan 1 MeiTidakSidang tertundaTimika
13
Eminus Waker1 Mei 2013MakarTidak diketahuiPengibaran bendera di Timika, peringatan 1 MeiTidakSidang tertundaTimika
14
Yacob Onawame1 Mei 2013MakarTidak diketahuiPengibaran bendera di Timika, peringatan 1 MeiTidakSidang tertundaTimika
15
Hengky Mangamis
30 April 2013106, 107, 108, 110, 160 dan 164Dalam persidanganPenembakan Aimas, peringatan 1 MeiTidakYaPolres Sorong
16
Yordan Magablo30 April
2013
106, 107, 108, 110, 160 dan 164Dalam persidanganPenembakan Aimas, peringatan 1 MeiTidak
YaPolres Sorong
17
Obaja Kamesrar
30 April
2013
106, 107, 108, 110, 160 dan 164Dalam persidanganPenembakan Aimas, peringatan 1 MeiTidakYaPolres Sorong
18
Antonius Safuf30 April
2013
106, 107, 108, 110, 160 dan 164Dalam persidanganPenembakan Aimas, peringatan 1 MeiTidakYaPolres Sorong
19
Obeth Kamesrar30 April
2013
106, 107, 108, 110, 160 dan 164Dalam persidanganPenembakan Aimas, peringatan 1 MeiTidakYaPolres Sorong
20
Klemens Kodimko30 April
2013
106, 107, 108, 110, 160 dan 164Dalam persidanganPenembakan Aimas, peringatan 1 MeiTidakYaPolres Sorong
21
Isak Klaibin30 April
2013
106, 107, 108, 110, 160 dan 164Dalam persidanganPenembakan Aimas, peringatan 1 Mei; dituduh TPN/OPMTidakYaPolres Sorong
22
Yahya Bonay27 April 2013Tidak diketahuiTidak diketahuiKematian para polisi di YapenYaSidang tertundaTahanan polres Serui
23
Atis Rambo Wenda4 April 201317010 bulanDituduh pidana kekerasanYaYaAbepura
24
Yogor Telenggen10 Maret 2013340, 338, 170, 251, UU Darurat 12/1951Menunggu sidangPenembakan Pirime tahun 2012YaYaPolda Papua
25
Isak Demetouw(alias Alex Makabori)3 Maret 2013110; Pasal 2, UU Darurat 12/1951Dalam persidanganDituduh TPN/OPMTidakSidang tertundaSarmi
26
Daniel Norotouw3 Maret 2013110; Pasal 2, UU Darurat 12/1951Dalam persidanganDituduh TPN/OPMTidakSidang tertundaSarmi
27
Niko Sasomar
3 Maret 2013110; Pasal 2, UU Darurat 12/1951Dalam persidanganDituduh TPN/OPMTidakSidang tertundaSarmi
28
Sileman Teno3 Maret 2013110; Pasal 2, UU Darurat 12/1951Dalam persidanganDituduh TPN/OPMTidakSidang tertundaSarmi
29
Andinus Karoba10 Oktober 2012365(2), UU 8/1981 Hukum Acara Pidana1 tahun 10 bulanAktivis Demak dituduh pencurianYaYaAbepura
30
Yan Piet Maniamboy9 Agustus 2012106Dalam persidanganPerayaan Hari Pribumi di YapenTidakYaSerui
31
Edison Kendi9 Agustus 2012106Dalam persidanganPerayaan Hari Pribumi di YapenTidakYaSerui
32
Jefri Wdanikbo7 Juni 2012340, 56, Law 8/19818 tahunDituduh pidana kekerasan di WamenaYaYaAbepura
33
Timur Wakerkwa1 Mei 20121062.5tahunDemo 1 Mei dan pengibaran bendera tahun 2012TidakTidakAbepura
34
Darius Kogoya1 Mei 20121063 tahunDemo 1 Mei dan pengibaran bendera tahun 2012TidakTidakAbepura
35
Bastian Mansoben21 Oktober 2012UU Darurat 12/1951Dalam persidanganKasus bahan peledak di BiakPossession of explosivesTidakBiak
36
Forkorus Yaboisembut19 Oktober 20111063 tahunKonggres Papua KetigaTidakYaAbepura
37
Edison Waromi19 Oktober 20111063 tahunKonggres Papua KetigaTidakYaAbepura
38
Dominikus Surabut19 Oktober 20111063 tahunKonggres Papua KetigaTidakYaAbepura
39
August Kraar19 Oktober 20111063 tahunKonggres Papua KetigaTidakYaAbepura
40
Selphius Bobii20 Oktober 20111063 tahunKonggres Papua KetigaTidakYaAbepura
41
Wiki Meaga20 November 20101068 tahunPengibaran bendera di YalenggaTidakYaWamena
42
Oskar Hilago20 November 20101068 tahunPengibaran bendera di YalenggaTidakYaWamena
43
Meki Elosak20 November 20101068 tahunPengibaran bendera di YalenggaTidakYaWamena
44
Obed Kosay20 November 20101068 tahunPengibaran bendera di YalenggaTidakYaWamena
45
Yusanur Wenda
30 April 200410617 tahunPenangkapan WuninYaTidakWamena
46
George Ariks13 Maret 20091065 tahunTidak diketahuiTidak diketahuiTidakManokwari
47
Filep Karma1 Desember 200410615 tahunPengibaran bendera di Abepura tahun 2004TidakYaAbepura
48
Ferdindan Pakage
16 Maret 200621415 tahunKasus Abepura tahun 2006YaYaAbepura
49
Jefrai Murib12 April 2003106LifePembobolan gudang Senjata WamenaYaYaAbepura
50
Linus Hiel Hiluka27 Mei 200310620 tahunPembobolan gudang Senjata WamenaYaYaNabire
51
Kimanus Wenda12 April 200310620 tahunPembobolan gudang Senjata WamenaYaYaNabire
52
Numbungga Telenggen11 April 2003106LifePembobolan gudang Senjata WamenaYaYaBiak
53
Apotnalogolik Lokobal10 April 200310620 tahunPembobolan gudang Senjata WamenaYaYaBiak
Orang Papua di Balik Jeruji
adalah satu upaya kolektif yang dimulai oleh kelompok-kelompok
masyarakat sipil Papua yang bekerjasama dalam rangka Koalisi Masyarakat
Sipil untuk Penegakan Hukum dan HAM di Papua. Ini adalah gagasan
kelompok bawah dan mewakili kerja sama yang lebih luas antara para
pengacara, kelompok-kelompok HAM, kelompok-kelompok adat, para aktivis,
wartawan dan para individu di Papua Barat, LSM-LSM di Jakarta, dan
kelompok-kelompok solidaritas internasional.
Orang Papua di Balik Jeruji adalah satu proyek tentang tahanan politik di Papua Barat.
Tujuan kami adalah memberikan data yang
akurat dan transparan, dipublikasi dalam bahasa Inggris dan Indonesia,
untuk memfasilitasi dukungan langsung terhadap para tahanan dan
meningkatkan diskusi dan kampanye lebih luas sebagai dukungan terhadap
kebebasan berekspresi di Papua Barat.
Kami menerima pertanyaan, komentar dan koreksi. Anda dapat mengirimkannya kepada kami melalui info@papuansbehindbars.org
Tim Kerja Papuans Behind Bars
0 komentar:
Posting Komentar