Headlines News :
Home » » KILAS BALIK LAHIRNYA KONGRES PAPUA II

KILAS BALIK LAHIRNYA KONGRES PAPUA II

Written By MELANESIA POST on Kamis, 26 Desember 2013 | 03.48

KILAS BALIK LAHIRNYA KONGRES PAPUA II



KILAS BALIK LAHIRNYA KONGRES PAPUA II

Resolusi Kongres Papua II Tidak Dapat Dilaksanakan Secara Konsisten
Untuk menjawab topik yang dipilih dalam article ini, kita mengajak para pemimpin, para pejuang dan Rakyat Bangsa Papua Barat bahwa dapat mengikuti “Historical FlashBack” (KilasBalik Sejarah) lahirnya Kongres Papua II pada tahun 2000 di Jayapura (Port Numbay).

Kongres Papua II lahir berdasarkan keinginan bulat seluruh rakyat bangsa Papua Barat, untuk berdaulat penuh sebagai bangsa yang Merdeka tanpa ada penjajahan oleh bangsa manapun di muka bumi, sesuai bunyi pasal 1 ayat 1, 2 dan ayat 3 Kovenan Internasional atas Hak-Haks Sipil dan Politik (The International Covenant on Civil and Political Rights), yang telah di terima dan disahkan dalam sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 16 Desember 1966, dengan jelas memberikan jaminan penuh atas “Hak Menentukan Nasib sendiri” (Self-Determination) bagi bangsa Papua Barat, sebagaimana bangsa-bangsa lain di dunia yang memperoleh kemerdekaan.
Untuk diketahuinya, bunyi pasal 1 ayat 1, 2 dan ayat 3 Kovenan Internasional atas Hak-Hak Sipil dan Politik dapat diuraikan dibawah ini:

 Pasal 1
1. Semua bangsa berhak untuk menentukan nasib sendiri. Berdasarkan hak tersebut mereka bebas untuk menentukan status politik mereka dan bebas untuk mengejar kemajuan ekonomi, sosial dan budaya mereka;

2. Semua bangsa, untuk tujuan-tujuan mereka sendiri dapat mengelola kekayaan dan sumber daya alam mereka tanpa mengurangi kewajiban-kewajiban yang timbul dari kerja sama ekonomi Internasional, berdasarkan prinsip saling menguntungkan dan hukum  internasional. Dalam hal apapun  tidak dibenarkan untuk merampas  hak-hak suatu bangsa atas sumber-sumber kehidupannya sendiri;

3. Negara pihak pada Kovenan ini, termasuk mereka yang bertanggungjawab atas penyelenggaraan wilayah tanpa Pemerintahan Sendiri dan wilayah Perwalian, harus memajukan Perwujudan Hak Untuk Menentukan Nasib Sendiri, dan harus menghormati hak tersebut sesuai dengan ketentuan dalam Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa”.
Bahasa aslinya:
Article 1
  1. All peoples have the rights to self-determination. By virtue of that rights they freely determine their political status and freely pursue their economic, social and cultural development;
  2. All peoples may, for their own ends, freely dispose of their natural wealth and resources without prejudice to any obligations arising out of international economic co-operation, based upon the principle of mutual benefit, and international law. In no case may a people be deprived of its own means of subsistence;
  3. The States Parties to the present Covenant, including those having responsibility for the administration of Non-Self-Governing and Trust Territories, shall promote the realization of the right of self-determination, and shall respect that right, in conformity with the provisions of the Charter of the United Nations.
Serta Resolusi Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa dengan nomor 1514 (XV) tentang Dekolonisasi, yang telah di terima dan disahkan dalam Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tahun 1960 dengan jelas menyatakan bahwa segala bangsa mempunyai hak atas “Penentukan Nasib Sendiri” dan berdasarkan hak tersebut mereka bebas untuk menentukan status politik mereka serta bebas mengupayakan pengembangan kemajuan Ekonomi, Sosial dan Budaya mereka.

Dengan argumentasi yang mendasar di atas, seiring berkulirnya Reformasi di Indonesia pada Mei 1998, rakyat bangsa Papua dapat membangun kekuatan baru. Kekuatan baru ini dapat didukung penuh oleh pemuda, Mahasiswa dan masyarakat Papua Se-Jawa Bali, dan Sulawesi untuk wilayah Indonesia Barat dan Tengah. Wujud dukungan ini dapat dinyatakan melalui demonstrasi besar-besaran, baik di Papua maupun diluar Papua dengan agenda-agenda prioritas yang bersifat mendesak dan periodik dengan semangat nasionalisme yang patriotik.

Demonstrasi-demonstrasi yang dimaksud adalah:
Pertama, pada tanggal 4 Mei 1998 oleh Pemuda, Mahasiswa dan Masyarakat Papua di Jogyakarta dengan agenda menuntut Hak menentukan nasib sendiri lebih lengkapnya boleh ikuti archive yang telah tercatat dalam buku harian Activis HAM Independen Papua (Sebby Sambom) yaitu: Demo pertama kali di kantor DPRD Provinsi DIY dan berlanjut ke Kepatihan Kantor Gubernur Daerah Istimewa Jogyakarta. Dalam  Demo pertama   kalangan Mahasiswa Papua ini, telah menyampaikan beberapa tuntutan.

Isi Tuntutannya adalah:

  1. Hentikan Operassi Militer (DOM) di tanah papua
  2. Hentikan Pengiriman Transmikrasi di tanah papua
  3. Hentikan Keluarga Berencana di Tanah Papua
  4. Hentikan Genosida (Pemusnahan Ras) di Tanah Papua
  5. Review PEPERA 1969 dan Referendum bagi Bangsa Papua Barat.
Dan selanjutnya pada tanggal 20 Juli 1998 oleh pemuda, Mahasiswa dan Masyarakat Papua Se-Jawa, Bali dan Sulawesi dengan menuntut agenda hak Penentuan Nasib Sendiri bangi bangsa Papua Barat. Selengkapnya boleh ikuti archive yang telah tercatat dalam buku harian Activis HAM Independen Papua (Sebby Sambom) yaitu: Demo kedua dibawah Aliansi Mahasiswa Papua Se-Indonesia  menuju Jakarta pada tanggal 20 Juni 1998, dan mengibarkan Bendera Bintang Kejora di depan Kantor UNDP atau Perwakilan PBB di Jalan Tamrin, Sarinah, Jakarta. Mahasiswa yang ikut demonstrasi di Jakarta ini atau yang lain (termasuk Sebby Sambom) pulang kembali ke Papua pada Minggu ketiga Bulan Juli 1998 dan melakukan awareness serta konsolidasi ke selurh Papua sesuai wilayah masing-masing yaitu, dari Sorong sampai Merauke untuk membangun kekuatan bersama.

Kedua, pada tanggal 1 Juli 1998 demonstrasi telah berlangsung di Kantor DPRD di Jayapura oleh activis pro Papua Merdeka, disertai pengibaran bendera bintang kejora, namun aksi ini ditolak oleh pihak DPRD Papua sehingga massa demonstrasi telah mengadakan orasi-orasinya dipusatkan di Jalan Sam Ratulangi dan taman Imbi. Pada pukul 12 malam, para demonstran dibubarkan dengan paksa oleh aparat keamanan Pemerintah Republik Indonesia, sehingga para demonstran mengadakan long march menuju Abepura dan bertahan di Gedung Gereja Pengharapan, Abepura Papua. Pada tanggal 2 Juli 1998, masa demonstran kembali turun jalan dan aksi dipusatkan di Jayapura, namun telah terjadi bentrokan antara aparat keamanan dengan para demonstran, yang akhirnya dibubarkan.  Selanjutnya, pada tanggal 3 Juli 1998 aksi mimbar bebas digelar di Kampus Universitas Cenderawasih, Abepura Papua.

Ketiga, pada tanggal 2 Juli 1998 telah terjadi pengibaran bendera Bintang Kejora di Biak, yang mana bendera dapat dikibarkan di atas menara tower pelabuhan. Pengibaran bendera di Biak dapat dilakukan oleh 200 orang masa, yang dipimpin oleh Drs. Filep Karma. Akibatnya aparat keamanan Pemerintah Republik Indonesia bereaksi dengan melakukan penculikan yang disertai pembunuhan terhadap para activis. Keesokan harinya, masyarakat telah menemukan mayat dimana-mana di atas permukaan Laut. Pada tanggal 27 Juli 1998, Sebby Sambom dan kawan-kawan telah tiba di pelabuhan Biak dan pernah mengalami suatu teror yang berlebihan oleh aparat keamanan. Pelabuhan Biak dijaga ketat oleh aparat keamanan, yang lengkap dengan persenjata dan setiap penumpang yang turun dari Kapal diperiksa.

Keempat, pada tanggal 2 Juli 1998 lebih dari 4.000 masa telah melakukan demonstrasi di Kota Sorong sambil mengibarkan bendera Bintang Kejora menuntut dilakukannya Referendum bagi bangsa Papua di Papua Barat. Aksi demonstrasi ini bertahan 2 hari dan berakhir dengan bentrokan antara aparat keamanan dengan para demonstran.

Kebangkitan semangat perjuangan rakyat bangsa Papua melalui gerakan aksi-aksi demonstrasi, yang signifikan itu, dapat didorong oleh semangat nasionalisme dan sejarah kemerdekaan Papua yang telah terbendam lama akibat  tindakan keji aparat keamanan Pemerintah Kolonial Republik Indonesia yang anti Hukum, HAM dan Demokrasi.

Selanjutnya, pada tahun 1999 Mahasiswa, Pemuda dan seluru rakyat bangsa Papua melakukan demonstrasi besar-besaran di Jayapura dengan agenda menolak SK Presiden Republik Indonesia tentang pembentukan Provinsi Irian Jaya Tengah dan Provinsi Irian Jaya Barat. Para demonstran telah menduduki Kantor Gubernur Papua dan bertahan selama 1 minggu, akhirnya Muspida Provinsi Papua (Irian Jaya pada waktu itu) mengadakan sidang Istimewa di Kantor DPRD Irian Jaya di Jayapura. Hasilnya, SK Presiden dipending dan ditiadakan. Sikap demonstran tetap meuntut Referendum bagi bangsa Papua, di Papua Barat. Dalam demo ini Activis HAM Independen Papua (Sebby Sambom) ikut serta dan di delegasikan dalam sidang di Gedung DPRD Irian Jaya (pada waktu itu) di Jayapura mewakili Mahasiswa Se-Jawa dan Bali. Kebangkitan semangat juang rakyat bangsa Papua ini juga dapat didorong oleh surat dari anggota senator /Congresman Amerika Serikat “Christopher Smith” tertanggal 22 Mei 1998, yang ditunjukan kepada Presiden Republik Indonesia (B.J. Habibie). Pada bulan yang sama pada tanggal 27 Mei 1998, yayasan Robert Kennedy menyurat kepada Presiden Republik Indonesia (B.J. Habibie) dengan isu yang mendesak. Isi kedua surat diatas pada prinsipnya sama dan mendesak Presiden Republik Indonesia (B.J.Habibie), agar segera melaksanakan Referendum bagi Bangsa Papua dan Bangsa Timor Leste. Hasilnya, Timor Leste telah merdeka pada tahun 1999 melalui pelaksanaan Referendum, yang ditangani langsung oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa.

Untuk meneruskan semangat nasionalime rakyat bangsa Papua yang bangkit ini, berbagai pertemuan serta deklarasi forum sebagai wadah guna mengakomodir aspirasi rakyat Papua telah dilaksanakan dimana-mana. Misalnya, awal Mei 1998 Mahasiswa Papua di Jogjakarta mendekalarasikan forum dengan nama (GEMPPAMI)”, Ketua Andy Asmuruf dan Sekjen Yafet Agapa dalam Organisasi ini; pada tanggal 1 Agustus 1998 deklarasi “Forum Rekonsiliasi Rakyat Irian Jaya (FORERI)”, di lantai tujuh Gedung Bank pembangunan Daerah Irian Jaya (BPD) atau sekarang Bank Papua; kemudian pada tahun 1999 Mahasiswa Papua Se-Jawa dan Bali mendeklarasikan organisasi politik dalam kalangan mahasiswa yaitu, Aliansi Mahasiswa Papua-Internasional (AMP-I) dengan Ketua Demianus Wanimbo dan Sekretaris Mr. Klen Rumasewu. AMP telah eksis di Jawa dan Bali, dari tahun 1999 sampai tahun 2006. Dan selanjutnya, banyak organisasi non komperatif yang lahir dalam komponen rakyat bangsa Papua. Semua wadah ini adalah bertujuan yang sama yaitu, mendorong agenda perjuangan guna lahirnya Self-Determination bagi Bangsa Papua di Papua Barat.

Agenda selanjutnya, FORERI telah melaksanakan suatu pertemuan bersama dengan wakil Pemerintah Indonesia pada tanggal 31 Oktober 1998 di Hotel Mulia, Jakarta. Pihak Pemerintah Indonesia dipimpin Abdul Kafur dan Dr. Phil Erari, sedangkan utusan rakyat Papua dipimpin Dr. Benny Giay. Pertemuan dipandu oleh Akbar Tanjung Sebagai Menteri Sekretaris Negara Republik Indonesia. Agendanya adalah membahas pelaksanaan dan kerangka acuan Dialog Nasional, yang dapat disetujui Presiden Republik Indonesia (B.J.Habibie) beberapa waktu sebelumnya. Tindak lanjut dari pertemuan-pertemuan diatas, pada tanggal 16-17 Februari 1999 Pemerintah Republik Indonesia dan utusan Rakyat Papua telah mengadakan suatu pertemuan. Agendanya adalah membahas atau menyepakati pelaksanaan Dialog Nasional, antara Pemerintah Republik Indonesia dangan utusan Rakyat Bangsa Papua Barat. Kesepakatanya adalah “waktu dan tempat pelaksanaan Dialog, serta jumlah anggota atau peserta Dialog” kemudian Dialog yang dimaksud telah dapat dilaksanakan pada tanggal 26 Februari 1999, bertempat di Istana Negara Republik Indonesia, Jakarta. Dialog ini dihadiri 21 Menteri Kabinet Reformasi, para Duta Besar Negara sahabat, Panglima ABRI, dan utusan delegasi masyarakat Papua berjumlah 100 orang yang dipimpin langsung oleh Tom Beanal, mewakli bangsa Papua. Delegasi Papua yang telah mengikuti Dialog, dengan Pemerintah Kolonial Republik Indonesia ini sering disebut Tim-100.

Dalam dialog ini delegasi Bangsa Papua telah mengajukan tiga tuntutan utama yaitu:
  1. Kami bangsa Papua berkehendak keluar dari Negara Kesatuan Republik Indonesia;
  2. Segera membentuk Pemerintahan Transisi di Papua Barat dibawah pengawasan Perserikatan Bangsa-Bangsa, secara demokratis, damai dan bertanggungjawab, yang slambat-lambatnya bulan Maret 1999;
  3. Jika tidak dicapai kedua butir pernyataan tuntutan diatas, maka segera diadakan perundingan Internasional antara Pemerintah Republik Indonesia-Rakyat Bangsa Papua dan Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Hasil dari proses perjuangan yang dipengantarkan di atas dapat membawa puncak acara pelaksanaan Kongres Papua II, untuk menetapkan agenda prioritas. Hasil serta pelaksanaan Kongres Papua II dapat dijelaskan pada bagian bawah ini. Silakan simak!

Kongres Papua II lahir berdasarkan acuan pada hasil MUBES, yang tertanggal 27 Februari 2000 di Hotel Sentani Indah, Papua Barat. Dalam MUBES inilah menetapkan Resolusi dan mandat, yang kemudian ditetapkan dalam Kongres Papua II. Kongres Papua II telah dapat dilaksanakan dari tanggal 29 Mei sampai tanggal 4 Juni tahun 2000, bertempat di Gedung Olah Raga Cenderawasih (Goor) Jayapura.

Kongres Papua II melahirkan sebuah wadah Politik yaitu, Persidium Dewan Papua (PDP) sebagai Lembaga Politik Resmi bagi Bangsa Papua Barat. Kongres Papua II juga memilih pimpinan(ketua dan wakil serta anggota pengurus PDP), berdasarkan kesepahaman dan keputusan Kongres. Dalam hal ini, Kongres Papua II telah memilih 18 orang anggota PDP dari 25.000 peserta Kongres. Ke-18 anggota PDP yang terpilih tersebut adalah: Theys H. Eluay dan Frans Albert Yoku (Unsur Adat); Tom Beanal dan Isac Ayomi (Unsur Politisi); Herman Awom, H.Mud dan Said Sabuku (Perwakilan Agama); Dr.Benny Giay dan Don Flasy (Perwakilan Cendikiawan); Beatriks Koibur dan Betty Yabansabra (Perakilan Perempuan); Martinus Mambor dan Leo Imbiri (Perwakilan Mahasiswa); Eliaser Awom dan John Mambor (Perwakilan Tapol Papua); Fred Suebu dan Melkias Mandosir (Pelaku Sejarah); Andy Manobi dan Yakob Kasima (Perwakilan Pemuda); Kemudian pemilihan angota-anggota Panel di setiap Kabupaten dan juga Sekjen PDP (Taha Alhamid serta wakil Sekjen Agus Alue Alua dan Herman Awom sebagai moderator) dengan perangkat lainnya.
2100

Kongres Papua II melahirkan tiga Resolusi yang mendasar, dan sekaligus menetapkan tiga mandat yang bersifat mendesak. Resolusi-Resolusi dan tiga mandat yang dimaksud adalah:
 1. Gugat terhadap sejarah pelaksanaan PEPERA 1969 yang dianggap cacat hukum dan moral;

 2. Pengajuan pelaku-pelaku kejahatan terhadap kemanusiaan ke Pengadilan Internasional (International Court of Justice);

3.Tuntutan pengakuan kedaulatan atas bangsa Papua Barat.

Sedangkan mandat-mandat yang ditugaskan pada PDP, sebagai Lembaga Politik Resmi rakyat bangsa Papua Barat adalah:
  1. Menggalang kampanye atau diplomasi di tingkat Internasional untuk mendapatkan pengakuan atas kedaulatan bangsa Papua Barat;
  2. Memperjuangkan ke Pengadilan Internaisonal untuk mengadili para pelaku kejahatan terhadap kemanusiaan;
  3. Membentuk tim Independen untuk mengadakan perundingan.
Analisis
 - Dari sejak tanggal 4 Juli 2000 sampai 10 November 2001 dalam agenda berjalan, pemimpin (Ketua PDP) “Theys H.Eluay” telah dibunuh oleh Kopasus dengan jalan penculikan. Dengan cara teror Pemerntah Colonial Republik Indonesia ini, bangsa Papua mengalami kehilangan seorang tokoh. Akibatnya, mandat Kongres Papua II yang lahir dari hasil Resolusi Kongres tidak dapat berjalan baik atau tidak efektif dan tidak konsekwen. Semua pimpinan dan panel-panel PDP panik dan bungkam disambar prahara senja angkas raya, serta dilematis;

- Semua pimpinan anggota penel PDP tidak bergigi lagi dan sembunyi dibawah pajung Dewan Adat Papua, Tom Beanal dan Willy Mandowen masing-masing menjadi komisaris PT.Freeport Indonesia dan konsultan. Kemudian mendukung program kehancuran dan pemusnahan gunung-gunung serta alam Nemangkawi di Tanah amungsa. Frans Albert Yoku dan Nick Meset serta Nikolas Youwe melacurkan diri dengan gadis spionase yang namanya NKRI dan sedang melacur-ria tanpa merasa berdosa dan tidak tahu diri;

-  Sebelas tahun telah berlalu, mandat Kongres Papua II tidak dapat dilaksanakan dengan konsisten. Kenyataannya hilang arah, sehinggah agenda tidak fokus. Hal ini terbukti dari lahirnya Konsensus, kepemimpinan Kolektif dan Dialog Jakarta-Papua,serta wacana Kongres Papua III.

 Kesimpulan
 -   Wacana Dialog Jakarta-Papua dan Kongres Papua III oleh forum kepemimpinan kolektif adalah agenda yang tidak fokus dan membuang-buang energi serta waktu. Karena Dialog dan Kongres serupa pernah dilaksanakan, namun hasilnya nihil dan justru menghasilkan Otsus, MRP, Pemekaran Provinsi serta Kabupaten-kabupaten, yang tidak dapat menguntungkan rakyat asli Papua. Artinya, sama saja;

-   Untuk dapat menyerangkannya, boleh ikuti archive Release yang Activis HAM Independen Papua (Sebby Sambom) pernah kirim ke Redaksi Bintang Papua pada tanggal 1 April 2011. Release ini tidak pernah dimuat, dan saat kami tanya kembali ke redaksi, jawabannya tidak masuk logika. Oleh karena itu, kami lampirkan dalam article yang baru ini. Silakan simak!
————————————————————————————————————————
Lampiran
Menangkapi dialog Jakarta-Papua yang didorong oleh JDP pada media cetak “Bintang Papua” Sabtu 26 Maret 2011
TPN-OPM dengan rakyat bangsa Papua tidak berjuang untuk dialog damai seperti yang dimuat pada media cetak harian (Bintang Papua) terbitan hari sabtu 26 Maret 2011 pada headlinenya dapat dimuat pernyataan koordinator Jaringan Damai Papua (JDP) “Pastor Neles Tebay” menyatakan bahwa 32 orang yang masuk dalam keanggotaan JDP masih terus mendorong terwujudnya suatu dialog damai antara pemerintah Indonesia dan Rakyat Papua, untuk menyelesaikan masalah Papua. Dalam sub thema liputan ini, Neles Tebay menyatakan bahwa wakil TNP-OPM belum ada.

Oleh karena itu, activis HAM Independen Papua (Sebby Sambom) dari penjara LP Narkotika Doyo, Sentani Papua memberikan tanggapan atas pernyataan Jaringan Damai Papua di atas sebagai berikut:

Pertama, mengapa TPN-OPM belum ada dalam keanggotaan JDP?

Kedua, mengapa dialog dimediasikan oleh pemain dengan pemain dan bukan oleh wasit yang netral?

Ketiga, mengapa 45 orang Papua yang datang dari PNG secara resmi memberikan dukungan dengan penuh antusias, namun TPN/OPM yang bertahan dihutan dan perjuang dengan gigih dari tahun ke tahu tidak dilibatkan?

Keempat, mengapa harus dialog damai Jakarta dan Papua?
 
Untuk menjawab keempat pertanyaan diatas, maka kita perlu menyelaskan arkumentasi yang mendasar dan logis dalam bait tanggapan ini.
Yang dimaksud adalah:
  1. TPN-OPM adalah “JIWA dan ROH” dari pada perjuangan rakyat Bangsa Papua Barat, untuk menentukan nasib sendiri berdasarkan article 1 paragraph 1, 2 dan Paragraph 3 The International Covenant On Civil and Political Rights yang diterima dan disahkan dalam sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 16 Desember 1966 di Kantor Markas Besar PBB di New York, Amerika Serikat;
  2. TNP-OPM bersama rakyat bangsa Papua Barat berjuang untuk pengakuan atas hak politik Bangsa Papua Barat, yang telah persiapkan pada tanggal 1 Desember 1961 di Port Numbay. Maka TNP-OPM dengan rakyat yang berjuang tahu bahwa secara defakto Pemerintah Belanda telah mengumumkan embrio negara untuk kemerdekaan Papua pada 1 Desember 1961 berdasarkan Resolusi PBB Nomor 1514 (XV) tentang dekolonisasi, dan selanjutnya Pemerintah Belanda sedang dalam upaya pelaporan ke Sekjen PBB atas Deklarasi persiapan Kemerdekaan yang dimaksudkan untuk disahkan dalam Sidang Majelis Umum PBB secara dejure namun ternyata Indonesia keburu Invasi Papua Barat berdasarkan maklumat Trikora 19 Desember 1961 dengan dukungan Amerika Serikat dan PBB secara tertutup;
  3. TPN-OPM dengan rakyat yang berjuang tahu pasti atas letak persoalan Papua, dan memahami benar bahwa mereka tidak melakukan kesalahan terhadap Pemerintah Indonesia. Namun Pemerintah Republik Indonesia yang telah dan sedang melakukan kesalahan dengan aneksasi Papua Barat melalui Invasi militer pada 1 Mei 1963 dan selanjutnya Pemerintah Indonesia melaksanakan PEPERA 1969 di Papua Barat dengan penuh teror, intimidasi, manipulatif serta rekayasa dengan jalan operasi-operasi militer, yang akhirnya PEPERA dilaksanakan tidak Demokratis, cacat secara hukum Internasional dan cacat secara moral;
  4. Bagi TPN-OPM dengan rakyat yang berjuang atas Hak Politik Menentukan Nasib Sendiri tidak ada dialog damai antara Pemerintah RI di Jakarta dan Papua, karena status politik Papua Barat sudah jelas bahwa siapa yang salah dan sedang melakukan kesalahan yang melanggar Hak-Hak Asasi Manusia bangsa Papua Barat. Dengan demikian, maka Pemrintah RI yang sepatutnya mengakui kesalahan dan meminta maaf kepada bangsa Papua Barat dan dengan bijaksana memberikan opsi Referendum bagi bangsa Papua demi menciptakan pendamaian dunia. Dengan cara inilah Pemerintah Indonesia akan dihargai oleh masyarakat Internasional, bahwa Indonesia adalah Negara Hukum yang berdemokrasi tulen se-jagad;
  5. TPN-OPM mengetahui bahwa dialog Jakarta-Papua yang didorong oleh “Jaringan Damai Papua” tidak akan memberikan keuntungan bagi rakyat bangsa Papua Barat yang berjuang untuk hak politik “ Penentuan Nasib Sendiri” (Self-Determination). Kerena TPN-OPM dengan rakyat yang berjuang adalah orang-orang yang beradab dan tahu adat serata tahu etika. TPN-OPM dengan rakyat yang berjuang atas Hak Politik Menentukan Nasib Sendiri adalah bukan makar Gerakan Pengacau Keamanan (GPK), Gerakan Pengacau Liar (GPL), separatis dan stigma-stigma lainnya yang Pemerintah Indonesia stikamakan salama ini;
  6. TPN-OPM dengan rakyat yang berjung atas hak politik penentuan nasib sendiri (Self-Determination), lebih tertarik dengan agenda penjelesaian masalah Papua yang didorong oleh IPWP untuk memperjuangkan melalui jalur politik dan ILWP melalui jalur Hukum guna gugat keabsahan PEPERA 1969 di Papua Barat ke Makhamah Internasional (International Court of Justice);
Karena pada tanggal 2 Agustus 2011 ada Konferensi Internasional yang akan siselenggarakan oleh “International Lawyer for West Papua” di London UK yang dikordinir langsung oleh Mrs. Melinda Janki (Ketua ILWP).
Untuk diketahuinya bahwa ILWP telah mempunyai atau memiliki 52 anggota tim kuasa hukum dari Uni Eropa dan 12 anggota dari Pasific yang dikordinir oleh PNG dan Salomon Island, maka ILWP kini memiliki 64 anggota tim kuasa hukum yang siap mengajukan materi gugatan atas pelaksanaan PEPERA 1969 di Papua Barat ke Makhamah Internasional.
Konverensi Internasional yang didorong oleh ILWP adalah untuk menetapkan materi gugatan serta pengajuan materi sebelum mengajukan gugatan ke Makhama Internasional.
Dalam konferensi ini akan dihadiri pengamat dari kantor “ International Court of Justice” , Human Rights Watch, Amnesty International, NGoS HAM Intenasional, Akademisi dari berbagai Universitas di dunia dan termasuk guru besar dari “University of the Telaviv Israel”.
Dengan demikian, maka sikap TPN-OPM dengan rakyat yang berjuang atas hak politik  menentukan nasib sendiri sudah jelas. Artinya, TPN-OPM tidak bisa membuang energi yang sia-sia. Demikian harap maklum !
LP Narkotika Doyo, Sentani 4 April 2011
—————————————————————————————————————-
Pesan Akhir
Dengan membaca dan mempelajari uraian dalam Kilasbalik Lahirnya Kongres Papua II dalam article ini, maka kami harap dan mengajak seluruh komponen Bangsa Papua di Papua Barat agar kita kerja konsisten dan terfokus sesuai komitmen bersama demi mewujudkan cita-cita luhur Bangsa Papua.
Dan janganlah hendaknya kita memaksakan kehendak, kita sendiri namun marilah kita melaksanakan amanat rakyat bangsa Papua Barat dengan rendah hati, jujur, bijaksana dan setia. Janganlah kita gentar karena teror oleh musuh yang tidak berdasar, karena perjuangan rakyat bangsa Papua Barat adalah perjuangan suci untuk membebaskan umat Tuhan di tanah Papua yang sedang menuju pemusnahan, akibat tindakan keji aparat keamanan Pemerintah Colonial Republik Indonesia.

Maju bersama bimbingan Roh Tuhan, Roh Moyang dan Roh Alam, ada kuasa dan hikma disana. Maju terus dan Lawanlah dusta diatas Tanah Leluhur kami Bangsa Papua. Selamat berjuang!
Demikian, Kilas Balik Lahirnya Kongres Papua II ini dapat diperbaharui oleh Admin WPNLA dan di update kembali untuk dapat di ketahui oleh semua orang Papua yang masih berjuang. Bagi Anda yang belum sempat membaca, silakan membaca dan mempelajarinya. Kiranya publik memahaminya dengan baik dan dapat dilaksanakannya. Terima kasih atas perhatian Anda.
Salam Revolusi untuk Pembebasan.
 Dikeluarkan Di            : Markas Pusat
Pada Tanggal              : 23 Januari 2013
Admin WPNLA 2013
Share this article :

0 komentar:

S.O.C - W.P.N.L.A

 
Official Blog : WPNLA News Blog | English Version | wpnla.blogspot.com
Proudly powered by KOMNAS TPNPB
Copyright © 2015. WPNLA | West Papua National Liberation Army - All Rights Reserved
Design by Black Planet Published by WPNLA Blog